Pages

Friday, December 19, 2014

SUKU DAYAK PUNAN TRADISI TELINGA PANJANG

Tidak ada yang tahu secara pasti kapan suku Dayak mulai melakukan tradisi ini, semua menyatakan mengikuti tadisi yang diyakini juga seabgai tatanan kehidupan sosial suku Dayak. Secara tatanan sosial dan tradisi budaya Dayak, telinga panjang ini merupakan identitas yang tidak bisa di pisahkan dengan kehidupan sosial.
Menurut asal-usulnya ratusan tahun lalu, budaya telinga panjang bukan hanya dilakukan wanita, pria juga ada yang memanjangkan telinga. Dan yang memanjangkan telinga hanya kaum bangsawan suku Dayak. Ini menandakan bahwa yang yang bersangkutan adalah keturunan bangsawan Dayak.
Telinga panjang pada wanita Dayak menunjukkan dia seorang bangsawan sekaligus untuk membedakan dengan perempuan yang dijadikan budak karena kalah perang atau tidak mampu membayar utang.
Bagaimana cara memanjangkan lubang telinga? Seperti perempuan di kebudayaan-kebudayaan lainnya, mereka menggunakan anting, bedanya anting yang mereka gunakan terbuat dari kuningan tebal dan berat yang selalu ditambah jumlahnya, semakin lama semakin berat antingnya, dan telinga pun akan semakin panjang.
Hal yang hampir sama dilakukan juga oleh leluhur Suku Kayan di Thailand terhadap generasi penerus mereka. Tradisi yang dijaga turun-temurun ini telah dimulai sejak perempuan Dayak masih bayi dan hanya dilakukan oleh mereka yang berasal dari kalangan bangsawan.
Selain sebagai status sosial dalam kehidupan masyarakat, telinga panjang juga di nilai dari segi kecantikannya. Semakin panjang telinga seorang wanita Dayak, maka pemilik telinga semakin cantik. Para wanita Dayak yang berusia 40-50 tahunan panjang telinga mereka bisa mencapai siku!

Namun tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan dan nyaris punah. Trend dunia fashion telah mengikis budaya tersebut . Kalaupun ada yang bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua suku Dayak yang berumur di atas 60 tahun. Generasi suku Dayak diatas tahun 80-an.
Tapi tidak ada yang tahu persisnya kapan mulai punah, tapi rata-rata yang masih mempertahankan budaya telinga panjang adalah wanita suku Dayak yang berusia diatas 60 tahunan. Sedangkan genersi sekarang sudah tidak ada. Budaya ini pun semakin terkikis habis ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan Kalimantan.
Saat itu berkembang stigma di masyarakat, mereka yang berdaun telinga panjang dan tinggal di rumah- rumah panjang, yang dihuni beberapa keluarga, merupakan kelompok masyarakat yang tidak modern. Karena tidak tahan terhadap pandangan seperti itu, akhirnya beberapa warga memotong telinga panjangnya.

Stigma semacam ini terus berlangsung hingga sekarang. Kalangan generasi muda Dayak tidak mau lagi membuat telinga mereka menjadi panjang karena takut dianggap ketinggalan zaman dan tidak modern. Hanya sebagian kecil masyarakat Dayak yang masih memegang teguh tradisi berdaun telinga panjang, dan itu pun jumlahnya sangat minim.Sayangnya, saat ini sudah sangat jarang generasi penerus yang melestarikan telinga panjang ini. Alasannya pun beragam, namun kebanyakan mengaku mereka diolok-olok ketika berada di sekolah. Suku Dayak yang memiliki tradisi ini, di antaranya adalah Dayak Iban, Dayak Kayaan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Seni tato dan telinga panjang menjadi ciri khas atau identitas yang sangat menonjol sebagai penduduk asli Kalimantan. Dengan ciri khas dan identitas itulah yang membuat suku Dayak di kenal luas hingga dunia internasional dan menjadi salah satu kebanggan budaya yang ada di Indonesa.